AKHLAK TASAWUF
Bab 1
Pengertian,
Ruang Lingkup, dan Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
A. Pengertian
Ilmu Akhlak
Akhlak berasal dari
bahasa arab, akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), al-maru’ah (peradaban
yang baik ), dan al-din (agama).
Menurut
istilah ada beberapa pakar akhlak yang memberikan definisi tentang akhlak:
a. Ibnu Maskawaih (Tahdzib al-Akhlak wa al-Tathhir
al-‘Araq)
“Khuluk itu adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan
pemikiran terlebih dahulu.”
b. Menurut Imam Ghozali (Ihya al Ulumuddin):
“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam
perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan”
Ibrahim Anis (Mu’jam Al Wasith:
“Sifat yang tertanam di dalam jiwa yang dengannya
lahirlah macam-macam perbuatan,baik atau buruk, tanpa membutuhkan
pemikiran dan pertimbangan"
Ada lima ciri dalam
perbuatan akhlak, yaitu :
1. Pertama, akhlak tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga
menjadi kepribadiannya.
2. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang mudah
dilakukan tanpa pertimbangan.
3. Ketiga,
perbuatan akhlak timbul dari diri sendiri, bukan karna paksaan.
4. Keempat, perbuatan akhlak adalah perbuatan sungguh-sungguh,
bukan bersandiwara.
5. Kelima, perbuatan akhlak adalah perbuatan ikhlas karena Allah
swt.
Adapun pengertian
ilmu akhlak adalah Ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai
yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau
buruk.
B. Ruang
Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak
Ilmu akhlak membahas
perbuatan manusia yang dilakukan secara sadar, atas kemauan sendiri, tidak terpaksa
dan bukan sandiwara, lalu menetapkannya kedalam perbuatan baik atau buruk.
Dengan kata lain, Ilmu Akhlak membahas upaya mengenal prilaku manusia. Sehingga
Ilmu Akhlak berkaitan dengan norma penilaian terhadap prilaku seseorang.
C. Manfaat
Mempelajari Ilmu Akhlak
Ilmu akhlak berfungsi
memandu manusia agar mampu menilai, menentukan dan menetapkan perbuatan baik
atau buruk. Sehingga orang yang mampu membedakan perbuatan baik dan buruk
tersebut terdorong untuk dapat melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.
Secara ringkas, Ilmu Akhlak memberikan pedoman penerangan bagi manusia dalam
berbuat atau bertindak.
Bab 2. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Lainnya
A. Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf
Tasawuf terbagi tiga, yaitu :
Pertama, Tasawuf Falsafi dengan pendekatan akal
pikiran, seperti filsafat tentang Tuhan, manusia, dan hubungan antara keduanya.
Kedua, Tasawuf
Akhlaqi dengan tahapannya yaitu : tahalli (membuang
akhlak tercela), takhalli (mengisi akhlak terpuji),tajalli (terbukanya
hijab antara manusia denganTuhan). Sehingga hubungan Ilmu Akhlak dengan Tasawuf
dapat dilihat bahwa akhlak adalah salah satu pendekatan tasawuf.
Ketiga, Tasawuf
Amali dengan pendekatan ibadah. Hubungannya dengan Ilmu Akhlak adalah dengan
Tasawuf Amali orang dapat menjadi taqwa sehingga akan berakhlak mulia.
B. Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid pada
intinya berkaitan dengan keimanan. Sehingga terlihat jelas hubungan antara Ilmu
Akhlak dengan Ilmu Tauhid bahwa orang yang mantap dalam Ilmu Tauhid
(keimanannya) akan berbuat baik.
C. Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa
Ilmu Jiwa adalah ilmu
yang mengkaji tentang potensi psikologis manusia. Sehingga Ilmu Jiwa memberikan
informasi secara teoritis kepada Ilmu Akhlak, untuk membangun akhlak yang
kokoh.
D. Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan
Tujuan pendidikan
adalah untuk pembangunan karakter atau dengan kata lain sebagai pembinaan
akhlak. Sehingga jelas, bahwa pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan
manusia berakhlak.
E. Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat
Salah satu obyek
Filsafat yang berhubungan dengan Ilmu Akhlak adalah tentang manusia. Menurut
Ibnu Khaldun, manusia adalah makhluk budaya yang kesempurnaannya akan terwujud
jika mampu bersosialisasi. Hal ini menunjukkan perlunya pembinaan dalam bidang
akhlak. Selanjutnya, Ilmu Filsafat membahas tentang Tuhan, alam, dan
makhluknya. Sehingga akan diketahui bagaimana cara berinteraksi dengan tuhan,
alam, dan sekittarnya. Dan hal ini merupakan salah satu aspek akhlak.
Bab 3 Induk Akhlak
Islami
Akhlak secara garis
besar terbagi dua, yaitu akhlaqul karimah ( baik) dan akhlaqul
mazumah (buruk). Akhlak terswebut berinduk pada tiga perbuatan utama,
yaitu hikmah(bijaksana), syaja’ah (perwira), dan iffah (menjaga
diri dari dosa dan maksiat). Ketiga hal ini berinduk pada sikap adil, yaitu
sikap pertengahan atau seimbang dalam menggunakan potensi rohaniah, yaitu : ‘aql (pikiran)
yang berpusat dikepala, ghadab (amarah) yang berpusat didada,
dan syahwat (dorongan seksual) yang berpusat diperut.
Dengan demikian inti
akhlak bermuara pada sikap adil dalam mempergunakan aspek rohaniah, yang
selanjutnya berkembanglah teori pertengahan, yaitu sikap seimbang sebagai
pangkal dari kebajikan. Dalam Islam, teori pertengahan ini sejalan dengan al-Qur’an,
bahkan al-Qur’an dalam menerangkan sikap adil jauh lebih lengkap, mendetail,
dan komprehensif.
Bab 4 Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Akhlak
A. Ilmu
Akhlak diluar Agama Islam
1. Akhlak
pada Bangsa Yunani
Pertumbuhan dan
perkembangan ilmu akhlak pada masa Yunani baru terjadi setelah munculnya apa
yang disebut Sophisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana (500-450 SM).
Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah
pemikiran filsafat tentang manusia atau pemikiran tentang manusia.
Pandangan dan
pemikiran filsafat yang dikemukan para filosof Yunani itu secara redaksional
berbeda-beda, tetapi subtansi dan tujuannya sama, yaitu menyiapkan angkatan
muda bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik dan merdeka dan
mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah air. Ajaran akhlak yang dikemukakan
para pemikir Yunani bersifat rasionalistik. Baik dan buruk di dasarkan pada
akal dan pikiran. Sehingga Akhlak pada Bangsa Yunani bersifat anthropocentris
(memusat pada manusia).
2. Akhlak
pada Agama Nasrani
Akhir abad ketiga
masehi tersebarlah agama Nasrani di Eropa yang mengajarkan pokok-pokok ajaran
Taurat dan Injil. Dalam Nasrani, tuhan adalah sumber Akhlak. Tuhan yang
menentukan pokok ajaran dalam kehidupan. Dengan demikian, ajaran ini bersifat
teocentris (memusat pada Tuhan) dan sufistik (bercorak batin).
3. Akhlak
pada Bangsa Romawi (Abad Pertengahan)
Masa ini, Eropa
dikuasai oleh gereja. Gereja memerangi dan menentang penyiaran ilmu dan budaya
kuno. Menurut gereja, kenyataan “hakikat” telah ada pada wahyu yang tentu
benar. Namun, sebagian dari kalangan gereja ada yang mempergunakan pemikiran
yunani untuk memperkuat kekuasannya. Dengan demikian, pada masa ini ajaran
akhlak memadukan ajaran Yunani dan Nasrani.
4. Akhlak
pada Bangsa Arab
Arab zaman Jahiliyah
tidak mempunyai paham tertentu tentang akhlak, karena tidak berkembangnya
kegiatan ilmiah. Pada masa itu arab hanya memiliki ahli hikmah dan penyair yang
mengajak agar berbuat baik dan meninggalkan perbuatan buruk.
B. Akhlak
pada Agama Islam
Akhlak menemukan
bentuk sempurna dalam Islam, dengan titik pangkal pada Tuhan dan akal manusia.
Islam mengajak manusia untuk beriman, percaya, dan taat pada Tuhan, juga
membimbing manusia mencapai kebahagiaan. Sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an
dan as-Sunnah. Dalam al-Qur’an terdapat kandungan ayat-ayat untuk mengerjakan
kebaikan dan menjauhi keburukan. Selanjutnya perhatian Islam terhadap akhlak
terlihat dari kepribadian Rasulullah. Namun demikian, Islam juga toleran
terhadap akal dan pikiran sehat. Sehingga Akhlak Islam memiliki dua corak,
yaituu : Pertama, bercorak normatif, bersumber pada al-Qur’an dan
as-Sunnah, bersifat universal, absolut, dan mutlak. Kedua, bercorak rasional
dan kultural, bersumber pada logika dan adat, bersifat relatif, nisbi dan
berevolusi.
C. Akhlak
pada Zaman Baruu
Akhir abad lima belas, Eropa
bangkit dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satunya
dalam bidang akhlak. Yang selama ini sudah ada, mereka kritik dan perbaharui,
serta patokan utama adalah logika. Sama halnya dengan akhlak pada masa Yunani,
pada masa ini banyak terdapat pemikir-pemikir dalam bidang akhlak. Menurut
mereka akhlak itu bersumberkan manusia dan tidak ada hubungannya dengan wahyu.
Dengan kata lain, akhlak pada masa ini bersifat sekuler.
Bab 5 Etika, Moral
dan Susila
A. Etika
Etika berasal dari
bahasa Yunani, ethos berarti watak, kesusilaan, atau adat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak (moral). Etika berhubungan dengan empat hal, yaitu : Membahas perbuatan
manusia, bersumber pada akal, berfungsi sebagai penilai perbuatan, dan bersifat
relatif dan nisbi.
B. Moral
Moral berasal dari
bahasa latin, mos, mores yang berarti adat kebiasaan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, moral adalah penentuan baik – buruk terhadap
perbuatan dan kelakuan. Moral dari segi istilah
merupa kan
istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,
kehendak, pendapat, atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar,
salah; baik, buruk. Pada dasarnya moral berkonsep sama dengan etika, hanya saja
moral menggunakan tolak ukurnya pada norma-norma yang berlaku dimasyarakat atau
adat istiadat.
C. Susila
Susila berasal dari
bahasa Sansekerta, su dan sila. Su berarti
baik, bagus dan sila berarti dasar, peraturan hidup,
prinsip dan norma. Susila dapat berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya.
Dengan demikian, susila mengacu kepada upaya membimbing, memandu, mengarahkan,
membiasakan diri dengan norma yang berlaku.
D. Hubungan
Etika, Moral dan Susila dengan Akhlak
Dari fungsi dan
perannya, etika, moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hokum atau
nilai perbuatan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Perbedannya terletak
pada tolak ukur yang digunakan. Jika etika menggunakan rasio akal, maka moral
dan susila menggunakan adat kebiasaan. Sedangkan, Islam bersumber pada
al-Qur’an dan al-Hadits.
Bab 6 Baik dan Buruk
A. Pengertian
Baik dan Buruk
Kebaikan adalah
sesuatu yang berhubungan dengan luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai
manusia. Sementara buruk diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, yang tidak
seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, dibawah standar, kurang dalam nilai,
tidak dapat diterima, tercela, lawan dari bik dan bertentangan dengan norma.
Pada dasarnya baik dan buruk sangat relatif, tergantung pada yang menilai.
Sehingg baik dan buruk bersifat subyektif.
B. Penentuan
Baik dan Buruk
1. Baik
dan Buruk Menurut Aliran Adat Istiadat (Sosialisme)
Aliran ini
menerangkan bahwa baik adalah tunduk pada adat, dan buruk menentang adat.
2. Baik
dan Buruk Menurut Aliran Hedonisme
Menurut paham ini,
kebaikan mendatangkan kenikmatan, kelezatan, dan kepuasan biologis, dan
sebaliknya.
3. Baik
dan Buruk Menurut Aliran Intuisisme (Humanisme)
Menurut paham ini,
kebaikan sesuai dengan hati nuraninya.
4. Baik
dan Buruk Menurut Paham Utilitiarisme
Menurut paham ini,
bahwa yang baik adalah yang berguna.
5. Baik
dan Buruk Menurut Paham Vitalisme
Menurut paham ini,
kekuatan dan kekuasaanlah yang dianggap baik.
6. Baik
dan Buruk Menurut Paham Religiosisme
Paham ini
mengajarkan, bahwa kebaikan adalah sesuatu yang sesuai dengan risalah Tuhan.
7. Baik
dan Buruk Menurut Paham Evolusi
Menurut paham ini
kebaikan adalah kelezatan dan kenikmatan yang berevolusi, atau cocok dan mampu
beradaptasi dengan lingkungan yang berlaku
C. Sifat
dari Baik dan Buruk
Baik dan Buruk
bersifat berubah, relative, nisbi dan tidak universal. Namun ada tolak ukur
yang digunakan secara universal, yaitu aliran intuisisme. Tetapi, tetap saja
tidak semutlak wahyu yang dari Tuhan.
D. Baik
dan Buruk Menurut Ajaran Islam
Dalam Islam, baik dan
buruk berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits. Dalam Islam terdapat istilah-istilah
yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk. Misalnya, al-hasanah (sesuatu
yang disukai dan dipandang baik) lawannya al-sayyiah. Lalu at-thayyibah (kelezatan
pada indra dan jiwa) lawannya adalah al-qabihah. Dan lain
sebagainya. Dari varisai baik dan buruk tersebut menunjukkan bahwa Islam lebih
lengkap dan komprehensif dalam menjelaskan baik dan buruk.
Bab 7 Kebebasan,
Tanggung Jawab, dan Hati Nurani
A. Kebebasan
Kebebasan yakni
kehendak merdeka dalam memilih perbuatan antara berbuatan dan tidak. Kebebasan
terbagi tiga, yaitu : Kebebasan Jasmani, untuk bebas mempergunakan anggota
tubuh. Kebebasan Kehendak (rohani), untuk bebas menghendaki sesuatu. Dan
Kebebasan Moral, untuk bebas berbuat jika ada kemungkinan untuk bertindak.
B. Tanggung
Jawab
Tanggung Jawab adalah
konsekuensi logis yang harus dijalani atau dihadapi karena adanya kebebasan
atau tindakan yang diambil.
C. Hati
Nurani
Hati Nurani (intuisi)
adalah tempat dimana manusia memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani
cenderung pada kebaikan.
D. Hubungan
Kebebasan, Tanggung Jawab dan Hati Nurani dengan Akhlak
Perbuatan akhlak
dilakukan atas dasar kemauan sendiri, hal ini terjadi apabila terdapat
kebebasan dalam kehendak. Selanjutnya perbuatan tersebut menghasilkan perbuatan
yang dapat dipertanggung jawabkan dengan hati nurani. Sehingga perbuatan
tersebut menggambarkan bahwa perbuatan akhlak harus dilakukan atas dasar
keikhlasan dan sesuai dengan hati nurani. Disinilah letak hubungan antara
Kebebbasan, Tanggung Jawab, dan Hati Nurani dengan Akhlak.
Bab 8 Hak, Kewajiban,
dan Keadilan
A. Hak
1. Pengertian
dan Macam-macam Hak
Hak adalah wewenang
atau kekuasaan, untuk mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau
menuntut sesuatu.
2. Macam-macam
dan Sumber Hak
Hak secara garis
besar terbagi tujuh, yaitu : hak hidup, hak mendapatkan perlakuan hukum, hak
memiliki keturunan, hak milik, hak nama baik, hak kebebasan berpikir dan
mendapatkan kebenaran. Hak-hak teresebut mutlak bersumber pada Tuhan.
B. Kewajiban
Hak menimbulkan
kewajiban, yaitu kewajiban menghormati terlaksananya hak-hak orang lain.
C. Keadilan
Dengan adanya hak dan
kewajiban, maka timbullah keadilan, yaitu pengakuan dan perlakuan terhadap hak
(yang sah).
D. Hubungan
Hak, Kewajiban dan Keadilan dengan Akhlak
Hak merupakan bagian dari akhlak,
karena akhlak harus dilakukan sebagai hak. Akhlak tersebut kemudian menjadi
karakter, sehingga menimbulkan kewajiban untuk melakukannya. Sedangkan keadilan
merupakan induk akhlak. Disinilah letak hubungan antara Hak, Kewajiban, dan
Keadilan dengan Akhlak.