Tuesday, December 16, 2014

AKHLAK TASAWUF

AKHLAK TASAWUF 

Bab 1
Pengertian, Ruang Lingkup, dan Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak 
A.    Pengertian Ilmu Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa arab, akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), al-maru’ah (peradaban yang baik ), dan  al-din (agama).
Menurut istilah ada beberapa pakar akhlak yang memberikan definisi tentang akhlak:
a. Ibnu Maskawaih (Tahdzib al-Akhlak wa al-Tathhir al-‘Araq) 
“Khuluk itu adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pemikiran terlebih dahulu.”
b. Menurut Imam Ghozali (Ihya al Ulumuddin): 
“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”
Ibrahim Anis (Mu’jam Al Wasith:
“Sifat yang tertanam di dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan,baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan"
Ada lima ciri dalam perbuatan akhlak, yaitu :
    1.     Pertama, akhlak tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga menjadi kepribadiannya.
    2.     Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang mudah dilakukan tanpa pertimbangan. 
    3.     Ketiga, perbuatan akhlak timbul dari diri sendiri, bukan karna paksaan.
    4.     Keempat, perbuatan akhlak adalah perbuatan sungguh-sungguh, bukan bersandiwara. 
    5.     Kelima, perbuatan akhlak adalah perbuatan ikhlas karena Allah swt.
Adapun pengertian ilmu akhlak adalah Ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk.
B.     Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak
Ilmu akhlak membahas perbuatan manusia yang dilakukan secara sadar, atas kemauan sendiri, tidak terpaksa dan bukan sandiwara, lalu menetapkannya kedalam perbuatan baik atau buruk. Dengan kata lain, Ilmu Akhlak membahas upaya mengenal prilaku manusia. Sehingga Ilmu Akhlak berkaitan dengan norma penilaian terhadap prilaku seseorang.
C.     Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Ilmu akhlak berfungsi memandu manusia agar mampu menilai, menentukan dan menetapkan perbuatan baik atau buruk. Sehingga orang yang mampu membedakan perbuatan baik dan buruk tersebut terdorong untuk dapat melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Secara ringkas, Ilmu Akhlak memberikan pedoman penerangan bagi manusia dalam berbuat atau bertindak.

Bab 2. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Lainnya
A.    Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf
Tasawuf terbagi tiga, yaitu :
Pertama, Tasawuf Falsafi dengan pendekatan akal pikiran, seperti filsafat tentang Tuhan, manusia, dan hubungan antara keduanya.
 Kedua, Tasawuf Akhlaqi dengan tahapannya yaitu : tahalli (membuang akhlak tercela), takhalli (mengisi akhlak terpuji),tajalli (terbukanya hijab antara manusia denganTuhan). Sehingga hubungan Ilmu Akhlak dengan Tasawuf dapat dilihat bahwa akhlak adalah salah satu pendekatan tasawuf.
 Ketiga, Tasawuf Amali dengan pendekatan ibadah. Hubungannya dengan Ilmu Akhlak adalah dengan Tasawuf Amali orang dapat menjadi taqwa sehingga akan berakhlak mulia.
B.     Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid pada intinya berkaitan dengan keimanan. Sehingga terlihat jelas hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid bahwa orang yang mantap dalam Ilmu Tauhid (keimanannya) akan berbuat baik.
C.     Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa
Ilmu Jiwa adalah ilmu yang mengkaji tentang potensi psikologis manusia. Sehingga Ilmu Jiwa memberikan informasi secara teoritis kepada Ilmu Akhlak, untuk membangun akhlak yang kokoh.
D.    Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk pembangunan karakter atau dengan kata lain sebagai pembinaan akhlak. Sehingga jelas, bahwa pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan manusia berakhlak.
E.     Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat
Salah satu obyek Filsafat yang berhubungan dengan Ilmu Akhlak adalah tentang manusia. Menurut Ibnu Khaldun, manusia adalah makhluk budaya yang kesempurnaannya akan terwujud jika mampu bersosialisasi. Hal ini menunjukkan perlunya pembinaan dalam bidang akhlak. Selanjutnya, Ilmu Filsafat membahas tentang Tuhan, alam, dan makhluknya. Sehingga akan diketahui bagaimana cara berinteraksi dengan tuhan, alam, dan sekittarnya. Dan hal ini merupakan salah satu aspek akhlak.

Bab 3 Induk Akhlak Islami
Akhlak secara garis besar terbagi dua, yaitu akhlaqul karimah ( baik) dan akhlaqul mazumah (buruk). Akhlak terswebut berinduk pada tiga perbuatan utama, yaitu hikmah(bijaksana), syaja’ah (perwira), dan iffah (menjaga diri dari dosa dan maksiat). Ketiga hal ini berinduk pada sikap adil, yaitu sikap pertengahan atau seimbang dalam menggunakan potensi rohaniah, yaitu : ‘aql (pikiran) yang berpusat dikepala, ghadab (amarah) yang berpusat didada, dan syahwat (dorongan seksual) yang berpusat diperut.
Dengan demikian inti akhlak bermuara pada sikap adil dalam mempergunakan aspek rohaniah, yang selanjutnya berkembanglah teori pertengahan, yaitu sikap seimbang sebagai pangkal dari kebajikan. Dalam Islam, teori pertengahan ini sejalan dengan al-Qur’an, bahkan al-Qur’an dalam menerangkan sikap adil jauh lebih lengkap, mendetail, dan komprehensif.

Bab 4 Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Akhlak
A.    Ilmu Akhlak diluar Agama Islam
1.      Akhlak pada Bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak pada masa Yunani baru terjadi setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia atau pemikiran tentang manusia.
Pandangan dan pemikiran filsafat yang dikemukan para filosof Yunani itu secara redaksional berbeda-beda, tetapi subtansi dan tujuannya sama, yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik dan merdeka dan mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah air. Ajaran akhlak yang dikemukakan para pemikir Yunani bersifat rasionalistik. Baik dan buruk di dasarkan pada akal dan pikiran. Sehingga Akhlak pada Bangsa Yunani bersifat anthropocentris (memusat pada manusia).
2.      Akhlak pada Agama Nasrani
Akhir abad ketiga masehi tersebarlah agama Nasrani di Eropa yang mengajarkan pokok-pokok ajaran Taurat dan Injil. Dalam Nasrani, tuhan adalah sumber Akhlak. Tuhan yang menentukan pokok ajaran dalam kehidupan. Dengan demikian, ajaran ini bersifat teocentris (memusat pada Tuhan) dan sufistik (bercorak batin).
3.      Akhlak pada Bangsa Romawi (Abad Pertengahan)
Masa ini, Eropa dikuasai oleh gereja. Gereja memerangi dan menentang penyiaran ilmu dan budaya kuno. Menurut gereja, kenyataan “hakikat” telah ada pada wahyu yang tentu benar. Namun, sebagian dari kalangan gereja ada yang mempergunakan pemikiran yunani untuk memperkuat kekuasannya. Dengan demikian, pada masa ini ajaran akhlak memadukan ajaran Yunani dan Nasrani.
4.      Akhlak pada Bangsa Arab
Arab zaman Jahiliyah tidak mempunyai paham tertentu tentang akhlak, karena tidak berkembangnya kegiatan ilmiah. Pada masa itu arab hanya memiliki ahli hikmah dan penyair yang mengajak agar berbuat baik dan meninggalkan perbuatan buruk.
B.     Akhlak pada Agama Islam
Akhlak menemukan bentuk sempurna dalam Islam, dengan titik pangkal pada Tuhan dan akal manusia. Islam mengajak manusia untuk beriman, percaya, dan taat pada Tuhan, juga membimbing manusia mencapai kebahagiaan. Sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalam al-Qur’an terdapat kandungan ayat-ayat untuk mengerjakan kebaikan dan menjauhi keburukan. Selanjutnya perhatian Islam terhadap akhlak terlihat dari kepribadian Rasulullah. Namun demikian, Islam juga toleran terhadap akal dan pikiran sehat. Sehingga Akhlak Islam memiliki dua corak, yaituu :  Pertama, bercorak normatif, bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah, bersifat universal, absolut, dan mutlak. Kedua, bercorak rasional dan kultural, bersumber pada logika dan adat, bersifat relatif, nisbi dan berevolusi.
C.     Akhlak pada Zaman Baruu
Akhir abad lima belas, Eropa bangkit dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satunya dalam bidang akhlak. Yang selama ini sudah ada, mereka kritik dan perbaharui, serta patokan utama adalah logika. Sama halnya dengan akhlak pada masa Yunani, pada masa ini banyak terdapat pemikir-pemikir dalam bidang akhlak. Menurut mereka akhlak itu bersumberkan manusia dan tidak ada hubungannya dengan wahyu. Dengan kata lain, akhlak pada masa ini bersifat sekuler.

Bab 5 Etika, Moral dan Susila
A.    Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani, ethos berarti watak, kesusilaan, atau adat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Etika berhubungan dengan empat hal, yaitu : Membahas perbuatan manusia, bersumber pada akal, berfungsi sebagai penilai perbuatan, dan bersifat relatif dan nisbi.
B.     Moral
Moral berasal dari bahasa latin, mos, mores yang berarti adat kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, moral adalah penentuan baik – buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Moral dari segi istilah merupa            kan istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat, atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah; baik, buruk. Pada dasarnya moral berkonsep sama dengan etika, hanya saja moral menggunakan tolak ukurnya pada norma-norma yang berlaku dimasyarakat atau adat istiadat.


C.     Susila
Susila berasal dari bahasa Sansekerta, su dan sila. Su berarti baik, bagus dan sila berarti dasar, peraturan hidup, prinsip dan norma. Susila dapat berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya. Dengan demikian, susila mengacu kepada upaya membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan diri dengan norma yang berlaku.
D.    Hubungan Etika, Moral dan Susila dengan Akhlak
Dari fungsi dan perannya, etika, moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hokum atau nilai perbuatan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Perbedannya terletak pada tolak ukur yang digunakan. Jika etika menggunakan rasio akal, maka moral dan susila menggunakan adat kebiasaan. Sedangkan, Islam bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadits.

Bab 6 Baik dan Buruk
A.    Pengertian Baik dan Buruk
Kebaikan adalah sesuatu yang berhubungan dengan luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia. Sementara buruk diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, yang tidak seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, dibawah standar, kurang dalam nilai, tidak dapat diterima, tercela, lawan dari bik dan bertentangan dengan norma. Pada dasarnya baik dan buruk sangat relatif, tergantung pada yang menilai. Sehingg baik dan buruk bersifat subyektif.
B.     Penentuan Baik dan Buruk
1.      Baik dan Buruk Menurut Aliran Adat Istiadat (Sosialisme)
Aliran ini menerangkan bahwa baik adalah tunduk pada adat, dan buruk menentang adat.
2.      Baik dan Buruk Menurut Aliran Hedonisme
Menurut paham ini, kebaikan mendatangkan kenikmatan, kelezatan, dan kepuasan biologis, dan sebaliknya.
3.      Baik dan Buruk Menurut Aliran Intuisisme (Humanisme)
Menurut paham ini, kebaikan sesuai dengan hati nuraninya.
4.      Baik dan Buruk Menurut Paham Utilitiarisme
Menurut paham ini, bahwa yang baik adalah yang berguna.
5.      Baik dan Buruk Menurut Paham Vitalisme
Menurut paham ini, kekuatan dan kekuasaanlah yang dianggap baik.
6.      Baik dan Buruk Menurut Paham Religiosisme
Paham ini mengajarkan, bahwa kebaikan adalah sesuatu yang sesuai dengan risalah Tuhan.
7.      Baik dan Buruk Menurut Paham Evolusi
Menurut paham ini kebaikan adalah kelezatan dan kenikmatan yang berevolusi, atau cocok dan mampu beradaptasi dengan lingkungan yang berlaku
C.     Sifat dari Baik dan Buruk
Baik dan Buruk bersifat berubah, relative, nisbi dan tidak universal. Namun ada tolak ukur yang digunakan secara universal, yaitu aliran intuisisme. Tetapi, tetap saja tidak semutlak wahyu yang dari Tuhan.
D.    Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam
Dalam Islam, baik dan buruk berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits. Dalam Islam terdapat istilah-istilah yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk. Misalnya, al-hasanah (sesuatu yang disukai dan dipandang baik) lawannya al-sayyiah. Lalu at-thayyibah (kelezatan pada indra dan jiwa) lawannya adalah al-qabihah. Dan lain sebagainya. Dari varisai baik dan buruk tersebut menunjukkan bahwa Islam lebih lengkap dan komprehensif dalam menjelaskan baik dan buruk.

Bab 7 Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Hati Nurani
A.    Kebebasan
Kebebasan yakni kehendak merdeka dalam memilih perbuatan antara berbuatan dan tidak. Kebebasan terbagi tiga, yaitu : Kebebasan Jasmani, untuk bebas mempergunakan anggota tubuh. Kebebasan Kehendak (rohani), untuk bebas menghendaki sesuatu. Dan Kebebasan Moral, untuk bebas berbuat jika ada kemungkinan untuk bertindak.
B.     Tanggung Jawab
Tanggung Jawab adalah konsekuensi logis yang harus dijalani atau dihadapi karena adanya kebebasan atau tindakan yang diambil.


C.     Hati Nurani
Hati Nurani (intuisi) adalah tempat dimana manusia memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani cenderung pada kebaikan.
D.    Hubungan Kebebasan, Tanggung Jawab dan Hati Nurani dengan Akhlak
Perbuatan akhlak dilakukan atas dasar kemauan sendiri, hal ini terjadi apabila terdapat kebebasan dalam kehendak. Selanjutnya perbuatan tersebut menghasilkan perbuatan yang dapat dipertanggung jawabkan dengan hati nurani. Sehingga perbuatan tersebut menggambarkan bahwa perbuatan akhlak harus dilakukan atas dasar keikhlasan dan sesuai dengan hati nurani. Disinilah letak hubungan antara Kebebbasan, Tanggung Jawab, dan Hati Nurani dengan Akhlak.

Bab 8 Hak, Kewajiban, dan Keadilan
A.    Hak
1.      Pengertian dan Macam-macam Hak
Hak adalah wewenang atau kekuasaan, untuk mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu.
2.      Macam-macam dan Sumber Hak
Hak secara garis besar terbagi tujuh, yaitu : hak hidup, hak mendapatkan perlakuan hukum, hak memiliki keturunan, hak milik, hak nama baik, hak kebebasan berpikir dan mendapatkan kebenaran. Hak-hak teresebut mutlak bersumber pada Tuhan.
B.     Kewajiban
Hak menimbulkan kewajiban, yaitu kewajiban menghormati terlaksananya hak-hak orang lain.
C.     Keadilan
Dengan adanya hak dan kewajiban, maka timbullah keadilan, yaitu pengakuan dan perlakuan terhadap hak (yang sah).
D.    Hubungan Hak, Kewajiban dan Keadilan dengan Akhlak
Hak merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak harus dilakukan sebagai hak. Akhlak tersebut kemudian menjadi karakter, sehingga menimbulkan kewajiban untuk melakukannya. Sedangkan keadilan merupakan induk akhlak. Disinilah letak hubungan antara Hak, Kewajiban, dan Keadilan dengan Akhlak.

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.